Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Selatan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Rabu, 28 Mei 2008

Abdul Karim Amar


Abdul Hamid adalah nama sebenarnya tetapi dalam tulis menulis dikenal Abdul Karim Amar, lahir di Kertak Hanyar, 10 November 1950. Di peta kesastraan Kalsel termasuk angkatan 70-an. Pada tahun 1977 -1980 bertugas sebagai tenaga Honorer di Studi Pemda Kotabaru. Sejak tahun 1983 sampai sekarang sebagai staf Puskesmas Kecamatan Kertak Hanyar. Aktif sebagai penasehat Persatuan Sahabat Pena Indonesia (PSPI) “Renasa”. Pendiri dan wakil ketua Sanggar Seni “ Ismanye” Kertak Hanyar priode 1974 – 1977. Tahun 1974 pernah juara III lomba mengarang prosa se Kalsel dan Juara I menulis puisi se Kabupaten Kotabaru tahun 1978. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media massa, antara lain : SKH Banjarmasin Post, SKH Upaya, SKH Bandarmasih, Buletin NU Kodya Banjarmasin dan antologi puisi penyair Kalimantan Selatan “Tamu Malam” , 1992 .

Kuserahkan Diriku Ini Kepada-Mu, Tuhanku

Tuhanku, dalam hening di malam sepi
kuceritakan akan kesenyapan hidupku ini
dalam pengembaraan di alam tak berujut
aku sering bermimpi menuju tiada arah
mencari selaput kasih di bumi beku
Tuhanku,
adakah lagi datang buatku cinta yang perkasa
di malam seribu bulan
atau terbang tak kembali
Tuhanku,
berkat kasih-Mu kembali aku mengerti
bahwa hakikat dunia ini hanya sementara waktu
hidup, cinta, dan kemudian mati
lalu masih pantaskah gerimis mataku sepanjang hari
serta merenungi langit ungu
Tuhanku,
betapa pun hampir putus asa dan diburu kematian
tiba-tiba aku sadar
bahwa Engkau dengan kasih melunakkan
jeraji-jeraji dukana diselaput nyawaku yang usang
akhirnya aku tersungkur gemetar
sedang di cakrawala bintang telah pergi
melewatkan malam kian menyepi
dan aku tanpa waham syak ragu lagi


Kertak Hanyar, 5 Mei 2008)


Nyanyi Sunyi

wahai sukmaku yang sunyi
sendiri di antara ramai
deras deru tangismu menanti
biduk tak kunjung sampai
ah,
gairah cintaku yang sezarrah ini
belum jua tertambatkan
Tuhan
kicau murai apakah yang masih berlagu
kalau sukma ini sudah terkulai layu
atau engkau telah berlalu
deru datangkan dingin
aku sedang terbaring bisu
tiada kuasa untuk menjalin

(Kertak Hanyar, 5 Mei 2008)