Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Selatan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Sabtu, 18 Desember 2010

Arief Rahman Heriansyah


Dilahirkan di Amuntai HSU pada tanggal 14 Juni 1992 dari pasangan Heriansyah dan Noor Thaibah.Menyukai dunia seni dan sastra sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.Dan pertama kali menulis puisi waktukelas 2 SD.
Karya tulisnya pernah dimuat di beberapa media seperti Banjarmasin Post,Radar Banjarmasin ,Serambi Ummah,Media Kalimantan,Cahaya Nabawi,dll.Puisi-puisinya juga pernah dibacakan di Radio RRI Banjarmasin .
Penghargaan seni yang pernah diraihnya antara lain, Juara I Lomba menulis indah se-Kab HSU (PORSENI tk.SD 1999) Juara III Bakesah bahasa Banjar se-Kab HSU (2002) Juara II Karikatur Islami se-Kab HSU (2002),Juara Tunggal penulisan Puisi dan Cerpen (MADING,AlFatra 2005) Juara I Cipta Puisi antar Pesantren tk.Banjarbaru, (Banjarbaru,2010) Juara I Cipta Puisi antar Pesantren se-Kalimantan Selatan,(2010) dan Juara III Cipta Puisi antar Pesantren tk.Nasional (Surabaya,2010)
Beralamatkan Jl.Abd Aziz Gg Mujahiddin RT 02 NO 37 Kec.Amuntai Tengah KAB HSU Kal-Sel. alamat e-mail: arief_brian@yahoo.co.id .Semua tentang dia bisa dilihat di http://stinkyrainbow.blogspot.com,

Jejak Sungai Pada Telapak Tanganmu

langkah arus gelombang keruh
beradu dengan bising mesin kapal-kapal tua
menabuhkan gendang riaknya lautan membisu
mendayu-dayu
dermaga telah aku benami dalam ingatan sebuah wajah
senyum beku namun terpancar ketulusan semu
batin ini tak mau menggores luka lama lagi
tanpa terasa suara mesin kian meraung-raung
mengeluarkan raga dalam khayalan imajinasi

Dik,
kau berpulang membawa hamparan pasir
dibentang cahaya senja merah saga
memukau wajah eksotismu dalam balutan cermin bulan
langkah lusuh yang tak berkesudahan
baiklah,mari ikut aku dalam lembaran kedamaian

Dik,
sebelum kau tekuk
aku sudah tak ada dalam peraduan kapuk
lenguhanmu kemarin malam membuatku rapuh
lalau aku tak sekokoh dulu lagi
tahun berlalu telah membakar jiwa mudaku
tanpa terasa mengukir kerutan di wajahku
aku sekarang bukan seorang berpundak tegak
yang selalu menampung tingkah manjamu

Dik,
lihatlah arus sungai di belakang istana kita
menyisakan tapak kepergianmu dulu
bungkam matanya,menyisakan sebuah déjà vu
namun kutepis prasangka buruk tentang kabarmu
biarlah seribu mulut itu puas mengecoh
tapi tidak dengan lelaki pendampingmu ini
sungai itu bukanlah awal dari yang pahit
selalu kau tegah dalam jejak telapak tanganmu
biarkan saja angin mendesing
merobek seluruh ketegaran jiwa kartini
dalam sukmamu
itu bukan yang kumau,Dik!
alam sudah tahu tentang ketentuan-Nya
bahwa dunia kita tentu tak sama lagi

Penjara Suci,
12/12/2010

Ruang Pedang

adalah sebuah jalan dingin samar-samar
yang menikam angin di ujung pusara
liat bergelombang lepas caranya tekuk
akan tubuh yang renta timba derita
apakah kokoh tonggak samudra
membuka nanar lubang-lubang jendela

adalah sebuah ruang tak ada dasar
berliku tajam seperti elang mematai
menyongsong kemana memori yang tersembunyi
dalam nestapa renungi yang terbuang
bukan tanpa sebab membuang selaksa air mata
secercah bara mengebu-ngebu lahirlah setetes dahaga
para binasa yaitu tak tanya pelita
akankah takut terus bersemayam kantongi kornea mata
mimpi,takkan bisa dikejar imaji
karena mimpi bukanlah mimpi-mimpi
robek saja benteng berkelakar amarah sepi
walaupun hanya satu kali

adalah sebuah arus yang tak terkendali
tak ada cinta pada tapak jejak langit prasasti
antara kau dan aku adalah duri yang tersaji
sepenuhnya belantara adalah duka yang terintimidasi
dongeng kematian,meninabobokan tangis cakrawala
gaduh menikam genderang menyisakan tabu
dengarkan celoteh pekik teriakan gerami candu
tegah prasangka pernyataan demi pernyataan
isak sedu-sedan aku dalam semboyan tangismu
aura diantara cermin tubuh malam terlalu
datar jangka bulan detak ghirah harmoni

lantas kemana ruang diletakkan demi ruang?
sekejab mata seperti hanya tatap binatang jalang
tinta biru menyibak dalam kerisauan
mengungkap derita yang telah lama terpendam
karenanya rinduku adalah pedang
yang menangkis buaian peringatan perang
karena rindu adalah ruang pedang
yang bergeleyut dalam euforiamu

Penjara Suci,
10 Muharram 1432 H

Jumat, 05 November 2010

Kayla Untara


Kayla Untara (Muhammad FR.) ini, nongol di dunia pada tanggal 22 September di Kandangan atau tepatnya di desa Hamalau. Ayahnya (Ch. Abadi atau lebih dikenal dengan panggilan Om Uril…) adalah seorang budayawan asli dari ‘Yogya’-nya Kalsel.
Lelaki yang menyukai warna hitam ini mulai aktif berkesenian sejak duduk di bangku SD. Seabrek prestasi telah diboyongnya. Sejak umur 9 tahun-an (sewaktu ia masih kelas 3 SD), hingga memasuki bangku STM dia beberapa kali meraih juara 1 dalam lomba baca/deklamasi puisi se-banua lima maupun tingkat propinsi, pernah menjadi salah satu perwakilan Kalsel dalam lomba lukis tingkat SMP se-Indonesia di Surabaya. Pernah mengikuti festival theater se-Indonesia Timur di Banjarmasin, terlibat dalam berbagai pergelaran theater baik di Banjarmasin maupun di kota lainnya bersama sanggar posko la-Bastari. Sewaktu masih di STM, pernah mengikuti lomba theater se-banua lima (ketika itu ia sebagai sutradara sekaligus pemain) dalam rangka Rampai Muharram di Kandangan, dan dia membawa sekolahnya sebagai peraih juara satu.
Selain seabrek prestasi di atas, pemuda yang hobi melukis karikatur ini juga aktif menulis sejak awal tahun 2000 hingga sekarang. Sejumlah tulisannya baik berupa puisi, cerpen, dan artikel pernah dimuat di tabloid Gerbang, SKH Banjarmasin Post, SKH Radar Banjarmasin, SKH Media Kalimantan dan SKM Serambi Ummah. Sering mengikuti diskusi dan workshop penulisan cerpen baik di Banjarmasin maupun di Kandangan. Mengikuti pertemuan kongres cerpen (se Indonesia Timur?) di Banjarmasin. Puisi dan cerpennya juga telah dibukukan dalam beberapa antologi bersama semisal dalam buku La Ventre de Kandangan, Orkestra Wayang (kumcer), dan Do’a Pelangi Di Tahun Emas (Antologi puisi). Saat ini juga aktif berbagi tulisan baik puisi, cerpen, dan catatan ringan di media jejaring sosialnya (facebook) serta blog pribadinya dengan nama yang sama (e-mail; kayla.untara@rocketmail.com). Prestasinya dalam dunia tulis menulis yang baru-baru ini diterimanya adalah menjadi nominasi terbaik kedua dalam lomba penulisan cerpen bahasa banjar di tahun 2010 dalam rangka aruh sastra Kalimantan Selatan VII di Tanjung dan nominasi terbaik kedua dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan FLP Banjarmasin beberapa waktu lalu.
“Jangan sampai terlambat mengatakan sesuatu” katanya. Seorang ayah yang sedang menantikan buah hati yang kedua ini sekarang menetap di . Jl. Trikesuma. Kampung Qadi Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah bersama mantan pacar dan putra tercintanya.


Sajak; Sampan dan Riwayat Kematian

Oleh; Kayla Untara (Muhammad FR.)


riak merindu di sela batu-batu
lembut belai semilir angin di punggung sungai
merenda gelombang kecil bagai senyum perawan berbibir biru
ah, kecipak pengayuh membawa sampan ke haluan

ku ingin pulang, sayang
bawa serta segala benih sisa airmata
juga rapun kamboja bahagia
segala rupa pun juga nestapa

ku mesti berlabuh, kasih
larung sampan, entah, mampu melewati ulak itu
mestikah kuretas senja temaram gerbang malam
sedang sampan tak cukup pijar lentera

ah, senggama sampan ini mesra tanpa kata
tiap sisi mengecup airmata
melewati senja berharap cukup pelita

sampan tak peduli mesti bagaimana akan bertambat
jika air ini mejadikan roh menjelma sejarah
terserah, aku pasrah!

katanya;
"yang kupedulikan, mesti ke mana pengayuh ini membawa
sedang senja semakin menjingga..."

sungguh,
gelombang maut itu senantiasa melumuri sampan
menjadikan keringat dingin
menusuk perasaan, meriwayatkan kematian...



Sajak; Berhala Sembilan Centi
Oleh; Kayla Untara (Muhammad FR.)

Igalan asap menggiring irama jiwa
menjadikan bagian inspirasi
menyisakan puntung niscaya
meyabakkan abu-abu berdebu
layaknya api mati
pada berhala sembilan centi

"kapan aku bisa membunuhmu!!!"


bjm'290310

note;
(bahasa lain ; "Tuhan Sepuluh Senti" by. Taufik Ismail)
setelah saya ukur, ternyata "punya" saya hanya sembilan centi..

Minggu, 31 Oktober 2010

Husnul Khatimah



Lahir di Guntung Payung, Banjarbaru Kalsel, 7 Nopember 1978
Menyenangi sastra sejak di SMP, banyak puisinya belum sempat dipublikasikan di media cetak cuma di situs www.zaharani.multiply.com Disampimg membaca puisi juga senang di seni tari dan teater. Bergabung di Kelompok Studi Sastra Banjarbaru yang dipimpin Arsyad Indradi.
Pekerjaan sehari-hari berwiraswasta. Tinggal di Banjarbaru jalan A.Yani KM. 29.400 No. 10 Guntung Payung, Landasan Ulin, Kota Banjarbaru.
Telp : 0813 511 26900 / 0511- 712 6900

Suatu Malam

Tertanda dalam semalam
Satu noktah jingga dalam kegelapan
Bersungut mengisi muram
Malam yang suram
Kuyu, lesu, memelas syahdu
Melolong mengulas pilu
Semua menjadi abu
Malam yang kelabu
Semua kehilangan-nya
Kehilangan semuanya
Api membakar semuanya
Jiwa dan hartanya
Malam suram, malam kelabu
Satu noktah jingga menderu
Menelan segala kelu
Jiwa-jiwa yang terpaku
Yang hilang dan kehilangan
Dalam peristiwa kubaran api
Energi abadi yang diidam-idamkan
Mungkinkah hanya impian

Banjarbaru, Tanah Banyuku
06 Agustus 2008

Senin, 13 September 2010

HAMBERAN SYAHBANA




Lahir di Banjarmasin , 14 – 07 – 1948 Pensiunan PNS / Pensinan Guru SMPN 12 B.masin. Puisi, cerpen dan esseinya terbit di media cetak antara lain : Harian Dinamika Banjarmasin, Radar Banjarmasin dan Banjarmasin Post. Tahun 70an aktif sebagai anggota dan pengurus Sanggar Pelajar Kerikil Tajam Banjarmasin, Sanggar Budaya Kalsel.Tahun 1978 aktif sebagai pengurus Dewan kesenian Kalimantan Selatan dan aktif sebagai Komisaris Bidang Sastra Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Kalsel.Tahun1980 aktif sebagai komisaris Bidang Sastra BKKNI Kab.HSS
Karya Puisi dimuat dalam Antologi Puisi Panorama 19 Penyair Banjarmasin, DKD Kalsel 1974 dan Antologi Puisi Bukit Batu Mandi Angin Permai, Sanggar Kerikil Tajam Banjarmasin 1975.
Sekarang berdomisili di Jl.Rawasari Ujung Komp. Dalem Sakti no.14 RT 69 RW 12 Kelurahan Pelambuan Banjarmasin Barat. Banjarmasin 70118 Email : Hamberansyahbana@yahoo.com
Puisinya antara lain :

SEJUJURNYA KUINGIN

Sejujurnya selalu kuingin selamanya bersamamu guruku yang
selalu tegar tak gentar terbakar yang
tak takut ditelan badai digempur guntur menggelegar
tak takut ditelan zaman yang buas ganas beringas
meski terlindas di tengah panas
kau tetap guruku yang
tak pernah bosan memomong
tak pernah henti memberi
tak pernah diam menyiram

Sejujurnya kuingin selalu mengingatmu guruku yang
selalu tersenyum bahagia ketika
muridmu yang nakal ini
mulai dapat menerima untaian mutiaramu
mulai dapat menerima siraman ilmumu
mulai dapat menerima keramahanmu
mulai dapat melaksanakan anjuranmu
mulai dapat menerima semuanya darimu

Sejujurnya kuingin selalu mengingatmu guruku yang
selalu manggut-manggut tersenyum tegas berwibawa
saat mendengar muridmu ini
mulai
berani berkata tidak dalam kumpulan kerbau dungu
berani menentang arus di arung gunung
berani bersuara lantang di tengah ansambel yang palas
berani menari di sendratari yang keras

Sejujurnya kuingin selamanya pertemuan ini
takkan ada akhirnya dan kuingin selalu perpisahan ini
tak akan pernah terjadi
semoga baktimu berganjar berganda-ganda
Amin.

Banjarmasin, 2008


AKU MASIH PUNYA HARGA DIRI
Buat yang tak lagi loyal

Aku masih punya harga diri meski digoncang
gempa puting beliung dan banjir bandang
garang menerjang
tidak seperti kamu tak punya malu
pura-pura gagu bagai lembu
pura-pura tak pernah ragu seteguh batu
berani mengharu biru nyatanya hanya benalu
menumpang makan di ranting di cabang di batang
bahkan diam-diam memotong dari belakang

Aku masih setia
tidak seperti kamu yang duduk satu meja
makan dan minum darah saudara seinang
yang tak pernah kenyang
pura-pura sejiwa sehati
padahal hanya pelabuhan pura-pura menanti
kapal yang tak pernah mau berlabuh di sini

Aku masih punya harga diri tidak seperti kamu
masih punya nyali tapi tak punya malu

Banjarmasin, 2008


AKU RINDU AKU INGIN

Aku rindu subur tanahku subur sawahku subur ladangku
aku rindu rindang pohonku rindang hutanku pesona gunungku
pesona sungaiku gelora debur lautku
aku ingin kau tak pernah porak-poranda tak pernah jungkir balik
tak pernah terbakar tak pernah bernanah
aku ingin anak cucuku tak pernah silau sinar kemilau emas intan
dan mutiaramu

Banjarmasin 2008


KOPI PAGI
Buat Zh

Kopi pagi buatanmu hangat menyengat membuatku
malu meminumnya mengingat kamu
pernah mendarat di landasan jantungku
menusuk hatiku membuatku malu
bergulingan di permadanimu

Kopi pagimu hangat di naluriku
tapi aku sungguh malu malu
meminumnya mengingat bawa aku
pernah menari di semakmu
pernah berenang di telagamu
pernah berburu di hutanmu
pernah berlabuh di hatimu
akh
aku malu berbaring di hangat kopimu

Banjarmasin, 2008


KUJELANG KAU

Kujelang kau
di dasar laut di kilau mutiaramu
di permukaan deru ombak rambutmu
di senandung rindu di hilir sungaiku

kujelang kau
di lereng gunung
di terjal tebing
di langit biru di arakan mega

Banjarmasin 2008


MATAHARIKU MENCARIMU

Hai rembulan
tahukah kau matahariku resah mencarimu tertatih-tatih?
menyisir senja ke senja menerjang samudera ke
samudera membantai badai dari pantai ke
pantai

Hai rembulan
tahukah kau bahwa matahariku resah memaksaku ikut
mencarimu ke mana-mana
sambil menimang bayang
di awang-awang sambil melayang terbang bagai elang
meninggalkan sarang

Banjarmasin, 2008