Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Selatan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Jumat, 14 Oktober 2011

Andi Jamaluddin, AR. AK


Andi Jamaluddin, AR. AK, lahir di Pagatan, 14 Februari 1964. Menjadi guru sejak tahun 1985 hinga sekarang. Sekretaris KKKS (2007-2009) Kec. Kusan Hilir ini aktif di berbagai organisasi, Sekbid Seni Budaya PGRI Cabang Kusan Hilir (3 periode), Ketua KKG (2 periode), Sekretaris PPM Kusan Hilir, Ketua Bidang Pendidikan PGRI Kab. Tanah Bumbu, Sekretaris Umum Dewan Kesenian Tanah Bumbu, menjadi Tiem Penilai Angka Kredit Jabatan Guru Kab. Tanah Bumbu, menjadi juri pada Forum Karya Ilmu Guru Kab. Tanah Bumbu (PTK), menjadi panitia dan juri pada berbagai even kegiatan, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten.
Puisi dan cerpennya sering disiarkan oleh RRI Banjarmasin, khususnya pada acara Untai-
an Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni (UMSIS) disamping dipublikasikan pada beberapa surat kabar lokal, seperti Banjarmasin Post dan Dinamika . Kumpulan puisinya antara lain : Kehidupan (Tiga Serangkai, Solo), Domino, Losmen, Matahariku, Pidato Seekor Kakap, Bersujud, Zikzai, Wasi (Antologi Penyair pada Temu Sastra dan Budaya di Kalsel), Seribu Sungai Paris Barantai (Antologi Penyair pasa ASKS III Kotabaru 2006), Tarian Cahaya di Bumi Sanggam (Antolongi Penyair pada ASKS V Balangan, Menyampir Bumi Leluhur (Antologi Penyair pada ASKS VII Tanjung 2010), Konser Kecemasan (Antologi Penyair Kalsel 2010), Tragedi Buah Manggis (Antologi {Puisi Penyair Tanah Bumbu).
Awal 1988 bersama teman-teman di Pagatan, yang dimotori oleh Fadly Zour, pernah
membentuk Himpunan Seniman/Budayawan Putra Kusan (HSBPK) dan ditunjuk sebagai Sekretaris. Tahun 1989 HSBPK mewakili Kabupaten Kotabaru (ketika Pagatan masih dalam wilayah Kabupaten Kotabaru) mengikuti Festival Opera se Kalsel di Taman Budaya dan berhasil sebagai pemenang Harapan I. Setahun kemudian dipercayakan kembali untuk mengadakan pagelaran opera di Taman Budaya dengan menampilkan satu cerita yang berjudul Balada Musim Tenggara. Sebagai Anggota Komisi Bidang Sastra Dewan Kesenian Kotabaru (1998-2002) bersama Ali Syamsuddin Arsi, turut membidani kelahiran Rancah Puisi (Forum Kreativitas Puisi dan Baca Puisi di Tanah Kusan). Beberapa kali menjadi pemenang Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Nasional, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Tahun 1988 sebagai Harapan II (bidang Bahasa Indonesia), 1989 dan 1990 Juara I (Bahasa Indonesia, 1991 Juara I di tingkat provinsi dan di tingkat nasional Harapan II (Bahasa Indonesia). Pada tahun 1992 mengirim 3 (tiga) naskah buku ke tingkat provinsi dan menjadi Juara I (Bahasa Indonesia), Juara II (IPA), dan Juara II (IPS). Tahun 1994 Juara I (Bahasa Indonesia), 1998 Nominasi I (Kumpulan Puisi Matahariku), tahun 2000 Nominasi I di tingkat provinsi dan di tingkat nasional sebagai Juara II dengan judul naskah ’Jalan Mulai Terang’ (Penerbit Analisa, Yogyakarta), dan
tahun 2002 Nominasi II (Kumpulan puisi ’Pidato Seekor Kakap’).
Beberapa kali mengikuti kegiatan forum Sastra dan Baca Puisi, di antaranya pada HUT
Kota Banjarmasin 2007, Tadarus Puisi di Banjarbaru 2006,2007, 2008,2009 Tadarus Puisi di Tanbu 2006, 2007, 2010, 2011, Aruh Sastra Kalsel 2005 di Pagatan, 2006 di Kotabaru, 2007 di Amuntai, 2008 di Balangan, 2010 di Tanjung, 2011 di Barabai, dan Kongres Cerpen Indonesia (KCI) 2007 di Taman Budaya Banjarmasin.


RINDU INI HANYA MENGALIR DI ARUS SUNGAI KUSAN

entahlah, sampai kapan jukung ini
hanya bertambatkan di tihang dermaga waktu
karena memang aku tak punya dayung apalagi mesin
sementara ketinting hilir mudik dari muara ke hulu
atau dari hulu ke muara
mengangkut para penumpang memecah alir sungai
menuju peraduan nasibnya masing-masing
rodanya yang terus berputar membelah arus
tak tahu lagi di mana pernah
pusar air menenggelamkan batang-batang rumbia
entahlah, mereka hanyalah perindu, barangkali

ketika matahari membuka jendela angin
aku tak tahu ke mana akan kuhanyutkan kerinduan
aku coba mendayung jukung ini dengan sehelai purun
meninggalkan dermaga
menyusur pesisir nipah dan rambai
berhari-hari
tak peduli hempasan riak yang bakal menenggelamkan jiwaku
sewaktu-waktu
tapi tak jua rinduku bertemu waktu
entahlah, rindu ini hanya sebatang gadang , barangkali

sungai kusan yang meliuk seakan membuat aku lelah
kedua kakiku lepuh meredam rasa,
nyeri bagai seluang mabuk karena menghisap asap knalpot mesin ketinting,
dan burung punai tak jua mau terbang
walau telah kulabuhkan ancak cinta di sini, di tebing sini,
di dekat akar-akar bakau yang silang menyilang belukar
ternyata hanya tinggal arus yang dicakar-cakar kepiting
entahlah, rindu ini hanya mengalir di sungai ini, barangkali
jukung tak sampai-sampai, menepi

muara seperti semakin jauh di antara teluk sukma
pasir-pasir mengendap dan terus mengendap
ah, jangan biarkan ragaku jadi gusung, di sini
sebab aku tak kuat lagi mendayung
apalagi ketika rasa mulai surut dan ombak terbahak
muara oh muara sungai yang jauh
jukung ini kuhanyutkan saja, biarlah !
Biarlah, tak perlu hilir mudik mengantar pusaran air
hulu sungai ini masih bermakna
dan rinduku pasti bertemu di antara telukmu.

051011


NYANYIAN BURUNG

ternyata burung punai itu sudah lama terbang
kepakkan derai angin yang menusuk tulang-tulangku
aku tak tahu di pohon mana ia hinggap
menuliskan syair nyanyian semu
dengan mencakar-cakar ranting awan
(Duh ! Aku tak bisa jawab !)

manakala senja mulai buram
cakrawala pun meluruhkan kelambunya
senyap dalam kesendirian
lelap dalam nada-nada mimpi
Ah, ternyata burung punai itu tak kembali lagi
tak ada lagi nyanyian di sini
menghentak-hentak waktu

061011


GELOMBANG

gelombang itu mensayat-sayat pasir
pantai yang telanjang merenta
hari-hari membakar lukisan pelangi
dan kapal-kapal nelayan
hanya bersimpuh di pelataran teluk
muarapun membisu

siapakah di sini yang telah memberi selembar layar angin
menukikkan derai-derai arus
pada lampu-lampu bagang
padahal kita tahu pantai sudah lama selingkuh dengan malam
tapi gelombang tak pernah tahu sejarah rindu
hanyalah pengabdiannya terhadap laut
tak ada lagi

dan kapal-kapal nelayan mencoba tak peduli
sebab beribu duka siput hanya melunjur angan
di sana, di sepanjang pesisir senja
di sana, di pelaminan jiwa
dengan keciak perihnya

091011

Rabu, 18 Mei 2011

Iberamsyah Barbary



Iberamsyah Barbary lahir di Kandangan – Kalsel, 02 Januari 1948. Pensiunan Pegawai BUMN ini aktif menulis dari tahun 1963 s/d 1972 dan kembali aktif menulis lagi 2008 sampai dengan sekarang. Dalam data-data Kesenian Daerah Kalsel proyek Pusat Pengembangan Kesenian Kalsel Depdikbud 1975/1976 dia dimasukkan dalam priodesasi kesastraan Kalsel angkatan 70. Pada masa tahun 70-an itu karya puisinya banyak diterbitkan Harian Lokal seperti Banjarmasin Post, Gawi Manuntung dan Dinamika Berita,di luar Kalsel seperti Media Jakarta Al,Mingguan Um Pembina,Suara Pembangunan,Minggguan Mutu dan Horizon Baru. Menjalani masa pensiun dia berdomisili di Komp Perumahan Banjarbaru Permai Jl. Padang no 67 Banjarbaru – Kalsel ,70712, telp. 0511-4782040 dan hp 081381667070


RANJANG

Ranjang siang ranjang malam
Aku dan dia berbagi mimpi
Mengaduk cinta, menterjemahkan cinta
Digelinjang ranjang, kami terbuai
Membagi kasih
Membelah buah semangka, mereguk merah manis, melepas dahaga jiwa

Ranjang siang ranjang malam
Tertinggal di kampung sunyi
Aku dan dia masih berbagi, satu guling satu bantal
Memeluk cinta senja hari, rona birahi
Digelinjang ranjang, terkekeh tawa yang kesejuta
Menguliti kelapa tua, alut berserabut
Memeras santan sitampuk manis
Menyelesaikan malam, rasa tak bertepi

Ranjang siang ranjang malam
Tempat kami menterjemahkan mimpi
Menyemai cinta, menumbuhkan kasih
Mengelopak bunga, dahaga memetik buah
Terbayar tunai, cinta berbuah kasih

Depok, Mei 2011



KABAR DARI BANUA
“kepada : Prof. Denny Indrayana”

Ada kabar dari banua :
Kembang kampung yang dulu kita intip di jendela
Kita kejar dengan kuda kacang sambil mengangkut pisang
Kerling mata kita mengambang didadanya, cita-cita
Ada gairah, kita tak sanggup memeluknya, hasrat
Tak punya pengalaman, keberanian siasat cinta
Sudah jadi janda ! terkoyak ditelantarkan para bujang
Dalam bentuk ampas sisa

Katanya dari orang yang bisa dipercaya ;
Banyak kawin kontrak, penghulu mabuk kepayang
Menikahkan pemodal kawin belang
Membuka pintu langit, memetik bintang
Mengapling singgasana
Tak peduli istri tua penjaga martabat
Kebakaran kerudung suci pembukus aurat

Kita sekolah sudah S3, untuk modal meminang
Pulang-pulang, kembang kampung sudah jadi janda kedaluarsa
Tinggal keriput ngelangsa, lobang-lobang menganga, menangkap bencana

Amanat ibu : cari bujang-bujang pemerkosa,
Nikahkan dihadapan KPK sekarang juga
Agar langit martabat, adat banua terjunjung harkat
Anak cucu tidak salah prasangka

Banjarbaru, April 2011


MENGEJAR LAYANG-LAYANG PUTUS

Layang-layang tinggi diawan, menawan
Melayang putus memberi harap
Tapi kemana angin berhembus
Antara terpegang, apa pupus

Jauh sudah kaki terseret hasrat
Kepala tengadah, mata lurus tak berkedip
Alangkah indah tersangkut dihati
Layang-layang gagah terundak lagi

Kelayangan putus diawan
Terombang-ambing jiwa menanti
Banyak penggalah menjuluk harap
Tak tahu basa basi lagi
Layang-layang tercabik, kerangka patah
Hilang arti, semua tak terbagi
Jiwa menangis, harap tak terundak

Layang-layang melayang putus
Biarkan terundak oleh angin berhembus
Menghias awan putih berarak
Kemana sangkut nasib bertaut
Mata memandang, alam merebut.

Depok, Mei 2011


PENGANTEN SURGA

Dia masih muda
Lelaki remaja dengan bidadari dihatinya
Ingin kawin di surga, katanya

Mahar dibayar tunai, raganya terburai
Jiwanya melayang, sang penganten menuju surga
Tapi beritanya masih tertinggal didunia

Fatwa aqidah merasuk jiwa
Menutup, jalan lain menuju surga
Masa bodoh, ibu bapak, saudara
Kafir telah melata?!

Ini fatwa dari penyair;
Tapi jangan aku dituding kafir
Sekedar ingin kawin disurga
Jangan dendam kesumat diseberang lautan
Amuk dalam rumah sendiri
(kita tidak sedang dalam perang)
Tidak baik didengar tetangga, dan
Jangan mengusik penjaga neraka

Depok, Mei 2011


GALAU

Hari-hari, kemarin juga
Bahkan hari ini
Galau menyisir hati yang kusut
Aku cemberut berat
Walau sekedar untuk tengadah
Ada sandiwara, ngeluruk angin membungkus matahari
Riak cerita berselancar diayun gemlombang janji,
Itu-itu juga
Rona dusta, nyata diantara kita
Mati rasa, menatap kata
Tidak tahu basa
Setan kesurup, memeluk bebal,
Bakal membala

Apakah sudah mengerti...!?
Sudah ada bisikan alam
Ulat-ulat langit turun berjamaah
Meranggas pasti, menserakahi dedaunan
Rumput yang terpijakpun tinggal akar,
Melekati bumi yang sabar
Cacing penunggu setia daun daun gugur,
Tidak terbagi, lupa berbagi
Bak bunga bangkai mekar mempesona
Mumpung acuh dalam kepompong

Galau hari-hari ini
Kemana lagi memaut hati
Untuk satu kata,
Jangan sampai terjadi
Bala memendam galau,
Dalam-dalam
Liang lahat menyempit,
Menghimpit.
Astagfirullah.

Banjarbaru - Depok April 2011

Sabtu, 18 Desember 2010

Arief Rahman Heriansyah


Dilahirkan di Amuntai HSU pada tanggal 14 Juni 1992 dari pasangan Heriansyah dan Noor Thaibah.Menyukai dunia seni dan sastra sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.Dan pertama kali menulis puisi waktukelas 2 SD.
Karya tulisnya pernah dimuat di beberapa media seperti Banjarmasin Post,Radar Banjarmasin ,Serambi Ummah,Media Kalimantan,Cahaya Nabawi,dll.Puisi-puisinya juga pernah dibacakan di Radio RRI Banjarmasin .
Penghargaan seni yang pernah diraihnya antara lain, Juara I Lomba menulis indah se-Kab HSU (PORSENI tk.SD 1999) Juara III Bakesah bahasa Banjar se-Kab HSU (2002) Juara II Karikatur Islami se-Kab HSU (2002),Juara Tunggal penulisan Puisi dan Cerpen (MADING,AlFatra 2005) Juara I Cipta Puisi antar Pesantren tk.Banjarbaru, (Banjarbaru,2010) Juara I Cipta Puisi antar Pesantren se-Kalimantan Selatan,(2010) dan Juara III Cipta Puisi antar Pesantren tk.Nasional (Surabaya,2010)
Beralamatkan Jl.Abd Aziz Gg Mujahiddin RT 02 NO 37 Kec.Amuntai Tengah KAB HSU Kal-Sel. alamat e-mail: arief_brian@yahoo.co.id .Semua tentang dia bisa dilihat di http://stinkyrainbow.blogspot.com,

Jejak Sungai Pada Telapak Tanganmu

langkah arus gelombang keruh
beradu dengan bising mesin kapal-kapal tua
menabuhkan gendang riaknya lautan membisu
mendayu-dayu
dermaga telah aku benami dalam ingatan sebuah wajah
senyum beku namun terpancar ketulusan semu
batin ini tak mau menggores luka lama lagi
tanpa terasa suara mesin kian meraung-raung
mengeluarkan raga dalam khayalan imajinasi

Dik,
kau berpulang membawa hamparan pasir
dibentang cahaya senja merah saga
memukau wajah eksotismu dalam balutan cermin bulan
langkah lusuh yang tak berkesudahan
baiklah,mari ikut aku dalam lembaran kedamaian

Dik,
sebelum kau tekuk
aku sudah tak ada dalam peraduan kapuk
lenguhanmu kemarin malam membuatku rapuh
lalau aku tak sekokoh dulu lagi
tahun berlalu telah membakar jiwa mudaku
tanpa terasa mengukir kerutan di wajahku
aku sekarang bukan seorang berpundak tegak
yang selalu menampung tingkah manjamu

Dik,
lihatlah arus sungai di belakang istana kita
menyisakan tapak kepergianmu dulu
bungkam matanya,menyisakan sebuah déjà vu
namun kutepis prasangka buruk tentang kabarmu
biarlah seribu mulut itu puas mengecoh
tapi tidak dengan lelaki pendampingmu ini
sungai itu bukanlah awal dari yang pahit
selalu kau tegah dalam jejak telapak tanganmu
biarkan saja angin mendesing
merobek seluruh ketegaran jiwa kartini
dalam sukmamu
itu bukan yang kumau,Dik!
alam sudah tahu tentang ketentuan-Nya
bahwa dunia kita tentu tak sama lagi

Penjara Suci,
12/12/2010

Ruang Pedang

adalah sebuah jalan dingin samar-samar
yang menikam angin di ujung pusara
liat bergelombang lepas caranya tekuk
akan tubuh yang renta timba derita
apakah kokoh tonggak samudra
membuka nanar lubang-lubang jendela

adalah sebuah ruang tak ada dasar
berliku tajam seperti elang mematai
menyongsong kemana memori yang tersembunyi
dalam nestapa renungi yang terbuang
bukan tanpa sebab membuang selaksa air mata
secercah bara mengebu-ngebu lahirlah setetes dahaga
para binasa yaitu tak tanya pelita
akankah takut terus bersemayam kantongi kornea mata
mimpi,takkan bisa dikejar imaji
karena mimpi bukanlah mimpi-mimpi
robek saja benteng berkelakar amarah sepi
walaupun hanya satu kali

adalah sebuah arus yang tak terkendali
tak ada cinta pada tapak jejak langit prasasti
antara kau dan aku adalah duri yang tersaji
sepenuhnya belantara adalah duka yang terintimidasi
dongeng kematian,meninabobokan tangis cakrawala
gaduh menikam genderang menyisakan tabu
dengarkan celoteh pekik teriakan gerami candu
tegah prasangka pernyataan demi pernyataan
isak sedu-sedan aku dalam semboyan tangismu
aura diantara cermin tubuh malam terlalu
datar jangka bulan detak ghirah harmoni

lantas kemana ruang diletakkan demi ruang?
sekejab mata seperti hanya tatap binatang jalang
tinta biru menyibak dalam kerisauan
mengungkap derita yang telah lama terpendam
karenanya rinduku adalah pedang
yang menangkis buaian peringatan perang
karena rindu adalah ruang pedang
yang bergeleyut dalam euforiamu

Penjara Suci,
10 Muharram 1432 H

Jumat, 05 November 2010

Kayla Untara


Kayla Untara (Muhammad FR.) ini, nongol di dunia pada tanggal 22 September di Kandangan atau tepatnya di desa Hamalau. Ayahnya (Ch. Abadi atau lebih dikenal dengan panggilan Om Uril…) adalah seorang budayawan asli dari ‘Yogya’-nya Kalsel.
Lelaki yang menyukai warna hitam ini mulai aktif berkesenian sejak duduk di bangku SD. Seabrek prestasi telah diboyongnya. Sejak umur 9 tahun-an (sewaktu ia masih kelas 3 SD), hingga memasuki bangku STM dia beberapa kali meraih juara 1 dalam lomba baca/deklamasi puisi se-banua lima maupun tingkat propinsi, pernah menjadi salah satu perwakilan Kalsel dalam lomba lukis tingkat SMP se-Indonesia di Surabaya. Pernah mengikuti festival theater se-Indonesia Timur di Banjarmasin, terlibat dalam berbagai pergelaran theater baik di Banjarmasin maupun di kota lainnya bersama sanggar posko la-Bastari. Sewaktu masih di STM, pernah mengikuti lomba theater se-banua lima (ketika itu ia sebagai sutradara sekaligus pemain) dalam rangka Rampai Muharram di Kandangan, dan dia membawa sekolahnya sebagai peraih juara satu.
Selain seabrek prestasi di atas, pemuda yang hobi melukis karikatur ini juga aktif menulis sejak awal tahun 2000 hingga sekarang. Sejumlah tulisannya baik berupa puisi, cerpen, dan artikel pernah dimuat di tabloid Gerbang, SKH Banjarmasin Post, SKH Radar Banjarmasin, SKH Media Kalimantan dan SKM Serambi Ummah. Sering mengikuti diskusi dan workshop penulisan cerpen baik di Banjarmasin maupun di Kandangan. Mengikuti pertemuan kongres cerpen (se Indonesia Timur?) di Banjarmasin. Puisi dan cerpennya juga telah dibukukan dalam beberapa antologi bersama semisal dalam buku La Ventre de Kandangan, Orkestra Wayang (kumcer), dan Do’a Pelangi Di Tahun Emas (Antologi puisi). Saat ini juga aktif berbagi tulisan baik puisi, cerpen, dan catatan ringan di media jejaring sosialnya (facebook) serta blog pribadinya dengan nama yang sama (e-mail; kayla.untara@rocketmail.com). Prestasinya dalam dunia tulis menulis yang baru-baru ini diterimanya adalah menjadi nominasi terbaik kedua dalam lomba penulisan cerpen bahasa banjar di tahun 2010 dalam rangka aruh sastra Kalimantan Selatan VII di Tanjung dan nominasi terbaik kedua dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan FLP Banjarmasin beberapa waktu lalu.
“Jangan sampai terlambat mengatakan sesuatu” katanya. Seorang ayah yang sedang menantikan buah hati yang kedua ini sekarang menetap di . Jl. Trikesuma. Kampung Qadi Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah bersama mantan pacar dan putra tercintanya.


Sajak; Sampan dan Riwayat Kematian

Oleh; Kayla Untara (Muhammad FR.)


riak merindu di sela batu-batu
lembut belai semilir angin di punggung sungai
merenda gelombang kecil bagai senyum perawan berbibir biru
ah, kecipak pengayuh membawa sampan ke haluan

ku ingin pulang, sayang
bawa serta segala benih sisa airmata
juga rapun kamboja bahagia
segala rupa pun juga nestapa

ku mesti berlabuh, kasih
larung sampan, entah, mampu melewati ulak itu
mestikah kuretas senja temaram gerbang malam
sedang sampan tak cukup pijar lentera

ah, senggama sampan ini mesra tanpa kata
tiap sisi mengecup airmata
melewati senja berharap cukup pelita

sampan tak peduli mesti bagaimana akan bertambat
jika air ini mejadikan roh menjelma sejarah
terserah, aku pasrah!

katanya;
"yang kupedulikan, mesti ke mana pengayuh ini membawa
sedang senja semakin menjingga..."

sungguh,
gelombang maut itu senantiasa melumuri sampan
menjadikan keringat dingin
menusuk perasaan, meriwayatkan kematian...



Sajak; Berhala Sembilan Centi
Oleh; Kayla Untara (Muhammad FR.)

Igalan asap menggiring irama jiwa
menjadikan bagian inspirasi
menyisakan puntung niscaya
meyabakkan abu-abu berdebu
layaknya api mati
pada berhala sembilan centi

"kapan aku bisa membunuhmu!!!"


bjm'290310

note;
(bahasa lain ; "Tuhan Sepuluh Senti" by. Taufik Ismail)
setelah saya ukur, ternyata "punya" saya hanya sembilan centi..

Minggu, 31 Oktober 2010

Husnul Khatimah



Lahir di Guntung Payung, Banjarbaru Kalsel, 7 Nopember 1978
Menyenangi sastra sejak di SMP, banyak puisinya belum sempat dipublikasikan di media cetak cuma di situs www.zaharani.multiply.com Disampimg membaca puisi juga senang di seni tari dan teater. Bergabung di Kelompok Studi Sastra Banjarbaru yang dipimpin Arsyad Indradi.
Pekerjaan sehari-hari berwiraswasta. Tinggal di Banjarbaru jalan A.Yani KM. 29.400 No. 10 Guntung Payung, Landasan Ulin, Kota Banjarbaru.
Telp : 0813 511 26900 / 0511- 712 6900

Suatu Malam

Tertanda dalam semalam
Satu noktah jingga dalam kegelapan
Bersungut mengisi muram
Malam yang suram
Kuyu, lesu, memelas syahdu
Melolong mengulas pilu
Semua menjadi abu
Malam yang kelabu
Semua kehilangan-nya
Kehilangan semuanya
Api membakar semuanya
Jiwa dan hartanya
Malam suram, malam kelabu
Satu noktah jingga menderu
Menelan segala kelu
Jiwa-jiwa yang terpaku
Yang hilang dan kehilangan
Dalam peristiwa kubaran api
Energi abadi yang diidam-idamkan
Mungkinkah hanya impian

Banjarbaru, Tanah Banyuku
06 Agustus 2008

Senin, 13 September 2010

HAMBERAN SYAHBANA




Lahir di Banjarmasin , 14 – 07 – 1948 Pensiunan PNS / Pensinan Guru SMPN 12 B.masin. Puisi, cerpen dan esseinya terbit di media cetak antara lain : Harian Dinamika Banjarmasin, Radar Banjarmasin dan Banjarmasin Post. Tahun 70an aktif sebagai anggota dan pengurus Sanggar Pelajar Kerikil Tajam Banjarmasin, Sanggar Budaya Kalsel.Tahun 1978 aktif sebagai pengurus Dewan kesenian Kalimantan Selatan dan aktif sebagai Komisaris Bidang Sastra Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Kalsel.Tahun1980 aktif sebagai komisaris Bidang Sastra BKKNI Kab.HSS
Karya Puisi dimuat dalam Antologi Puisi Panorama 19 Penyair Banjarmasin, DKD Kalsel 1974 dan Antologi Puisi Bukit Batu Mandi Angin Permai, Sanggar Kerikil Tajam Banjarmasin 1975.
Sekarang berdomisili di Jl.Rawasari Ujung Komp. Dalem Sakti no.14 RT 69 RW 12 Kelurahan Pelambuan Banjarmasin Barat. Banjarmasin 70118 Email : Hamberansyahbana@yahoo.com
Puisinya antara lain :

SEJUJURNYA KUINGIN

Sejujurnya selalu kuingin selamanya bersamamu guruku yang
selalu tegar tak gentar terbakar yang
tak takut ditelan badai digempur guntur menggelegar
tak takut ditelan zaman yang buas ganas beringas
meski terlindas di tengah panas
kau tetap guruku yang
tak pernah bosan memomong
tak pernah henti memberi
tak pernah diam menyiram

Sejujurnya kuingin selalu mengingatmu guruku yang
selalu tersenyum bahagia ketika
muridmu yang nakal ini
mulai dapat menerima untaian mutiaramu
mulai dapat menerima siraman ilmumu
mulai dapat menerima keramahanmu
mulai dapat melaksanakan anjuranmu
mulai dapat menerima semuanya darimu

Sejujurnya kuingin selalu mengingatmu guruku yang
selalu manggut-manggut tersenyum tegas berwibawa
saat mendengar muridmu ini
mulai
berani berkata tidak dalam kumpulan kerbau dungu
berani menentang arus di arung gunung
berani bersuara lantang di tengah ansambel yang palas
berani menari di sendratari yang keras

Sejujurnya kuingin selamanya pertemuan ini
takkan ada akhirnya dan kuingin selalu perpisahan ini
tak akan pernah terjadi
semoga baktimu berganjar berganda-ganda
Amin.

Banjarmasin, 2008


AKU MASIH PUNYA HARGA DIRI
Buat yang tak lagi loyal

Aku masih punya harga diri meski digoncang
gempa puting beliung dan banjir bandang
garang menerjang
tidak seperti kamu tak punya malu
pura-pura gagu bagai lembu
pura-pura tak pernah ragu seteguh batu
berani mengharu biru nyatanya hanya benalu
menumpang makan di ranting di cabang di batang
bahkan diam-diam memotong dari belakang

Aku masih setia
tidak seperti kamu yang duduk satu meja
makan dan minum darah saudara seinang
yang tak pernah kenyang
pura-pura sejiwa sehati
padahal hanya pelabuhan pura-pura menanti
kapal yang tak pernah mau berlabuh di sini

Aku masih punya harga diri tidak seperti kamu
masih punya nyali tapi tak punya malu

Banjarmasin, 2008


AKU RINDU AKU INGIN

Aku rindu subur tanahku subur sawahku subur ladangku
aku rindu rindang pohonku rindang hutanku pesona gunungku
pesona sungaiku gelora debur lautku
aku ingin kau tak pernah porak-poranda tak pernah jungkir balik
tak pernah terbakar tak pernah bernanah
aku ingin anak cucuku tak pernah silau sinar kemilau emas intan
dan mutiaramu

Banjarmasin 2008


KOPI PAGI
Buat Zh

Kopi pagi buatanmu hangat menyengat membuatku
malu meminumnya mengingat kamu
pernah mendarat di landasan jantungku
menusuk hatiku membuatku malu
bergulingan di permadanimu

Kopi pagimu hangat di naluriku
tapi aku sungguh malu malu
meminumnya mengingat bawa aku
pernah menari di semakmu
pernah berenang di telagamu
pernah berburu di hutanmu
pernah berlabuh di hatimu
akh
aku malu berbaring di hangat kopimu

Banjarmasin, 2008


KUJELANG KAU

Kujelang kau
di dasar laut di kilau mutiaramu
di permukaan deru ombak rambutmu
di senandung rindu di hilir sungaiku

kujelang kau
di lereng gunung
di terjal tebing
di langit biru di arakan mega

Banjarmasin 2008


MATAHARIKU MENCARIMU

Hai rembulan
tahukah kau matahariku resah mencarimu tertatih-tatih?
menyisir senja ke senja menerjang samudera ke
samudera membantai badai dari pantai ke
pantai

Hai rembulan
tahukah kau bahwa matahariku resah memaksaku ikut
mencarimu ke mana-mana
sambil menimang bayang
di awang-awang sambil melayang terbang bagai elang
meninggalkan sarang

Banjarmasin, 2008

Kamis, 26 Juni 2008

A.Kusairi ( Kabupaten Tapin – Rantau )

Lahir di Rantau pada tanggal 11 Januari 1959. Puisi – puisinya dipublikasikan di media cetak antara lain : Acara Untaian Mutiara RRI Banjarmasin, Banjarmasin Post, Media Masyarakat, Dinamika Berita dan Radar Banjarmasin. Di samping menulis puisi, juga esai dimuat di majaolah Topik dan Panji Masyarakat Jakarta. Antologi puisi bersama antara lain : Antologi Penyair Delapan Kota, Banjarmasin ( 1982 ). Festival puisi se Kalimantan ( 1992 ), Wasi, kumpulan puisi Penyair Taman Budaya se Indonesia, Tamu Malam ( 1992 ), Jejak Sunyi Tsunami ( B.Bahasa Medan 2995), Ronce Bunga – Bunga Mekar ( 2007 ).Pernah Juara I lomba menulis puisi “ Pekan Apresiasi Sastra “ yang diadakan Sanggar Marta Intan Banjarbaru ( 1981 ), juara III lomba penulisan puisi Peringatan Hari Jadi Kota Banjarmasin ke-455 ( 1981 ). Sepuluh besar Penulisan Puisi Bahasa Banjar se Kalimantan Selatan ( 1983 ), juara II Lomba menulis puisi Pekan Maulid Nabi Muhammad SAW di Banjarmasin ( 1983 ). Juara I Lomba menulis puisi memperingati wafatnya Chairil Anwar se Kaliman Selatan ( 1984 ). Sehari – hari sebagai Penilik Kebudayaan Disdik Kabupaten Tapin . Bertempat tinggal di Jl.Bupati H.Said Alwi Desa Perintis Raya RT III RW II No.69 Rantau 71152. Telp.0511732416 Phone : 081348588149.
Puisinya :

PENGANTAR

ketika akan kutulis sebuah puisi
sejak senja ke larut malam tiba
perlahan sekali kita kuakkan setiap jendela waktu
untuk menyingkap tirai – tirai memutih
kemudian memandang jauh ke luar sana
menyaksikan pergantian musim
yang makin menua
dan berguguran
di antara jejak – jejak yang lelah
dari kejauhan
kita saling menatap bayang – bayang samar
yang senantiasa memperlambat langkah
sementara rindu pun beralun
bagai kepingan – kepingan mimpi
yang selalu kupunguti
dari rahim waktu
untuk merangkai sebuah cerita ringan
pelarut waktu yang senja
sebelum anak – anak beranjak tidur
baringkanlah sejenak lelah di sini
di kamar pertemuan yang berbunga ilusi
di mana harkat kemanusiaanku membenihkan puisi
yang bmenghentak – hentak gejolak sanubari
ah
tiba – tiba aku di sini
dalam kesendirian abadi

banjarmasin, desember 1981
(buat teman dekatku : J.Rasyidah )

ARJUNA MENCARI KEKASIHNYA SUMBADRA

Konon, Arjuna menetas pada rahim
wanita mandul, dan lahirlah ia
di tengah kebisikan alam
Arjuna terheran – heran
menyaksikan alam yang semakin sibuk
dengan wajah – wajah asing
Dari berjuta wajah manusia
yang tidak lagi memakai wajahnya sendiri
mereka seperti topeng – topeng
Kaku dan tak bersahabat
Arjuna semakin bingung, tak pernah
ia pahami
Kenapa ia mesti lahir kembali
di antara jutaan manusia
yang tak pernah ia kenal
Dia merasa sendiri dan terasing
dia pun tak mengenal wajah bundanya
sebab ia tak tahu siapa yang melahirkannya
Arjuna termenung
ingat akan kekasihnya, Sumbadra
Kerinduan pun menusuk jantungnya
Arjuna mencari Sumbadra, kekasihnya
ia kembara ke alam lain
pada setiap jiwa lelaki perkasa
yang rindu pada kekasihnya
“Sumbadra, kau semakin jauh,” gumamnya
ia tak tahu di mana sang kekasih berada
Tapi ia yakin, Sumbadra tak lagi
di kayangan. Ia berada di surga
“Ah, kita semakin semakin jauh ...,” gumamnya lirih
Begitu lirihnya, para dewa pun tak sempat mendengar
Dengan kesal ia tarik busur panahnya
“Kuhancurkan segala kedukaan,” pekiknya
tapi ia tak mampu melakukannya
Arjuna telah kehilangan anak panahnya
Sejak hari pertama

Februari,1990