Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Selatan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Jumat, 14 Oktober 2011

Andi Jamaluddin, AR. AK


Andi Jamaluddin, AR. AK, lahir di Pagatan, 14 Februari 1964. Menjadi guru sejak tahun 1985 hinga sekarang. Sekretaris KKKS (2007-2009) Kec. Kusan Hilir ini aktif di berbagai organisasi, Sekbid Seni Budaya PGRI Cabang Kusan Hilir (3 periode), Ketua KKG (2 periode), Sekretaris PPM Kusan Hilir, Ketua Bidang Pendidikan PGRI Kab. Tanah Bumbu, Sekretaris Umum Dewan Kesenian Tanah Bumbu, menjadi Tiem Penilai Angka Kredit Jabatan Guru Kab. Tanah Bumbu, menjadi juri pada Forum Karya Ilmu Guru Kab. Tanah Bumbu (PTK), menjadi panitia dan juri pada berbagai even kegiatan, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten.
Puisi dan cerpennya sering disiarkan oleh RRI Banjarmasin, khususnya pada acara Untai-
an Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni (UMSIS) disamping dipublikasikan pada beberapa surat kabar lokal, seperti Banjarmasin Post dan Dinamika . Kumpulan puisinya antara lain : Kehidupan (Tiga Serangkai, Solo), Domino, Losmen, Matahariku, Pidato Seekor Kakap, Bersujud, Zikzai, Wasi (Antologi Penyair pada Temu Sastra dan Budaya di Kalsel), Seribu Sungai Paris Barantai (Antologi Penyair pasa ASKS III Kotabaru 2006), Tarian Cahaya di Bumi Sanggam (Antolongi Penyair pada ASKS V Balangan, Menyampir Bumi Leluhur (Antologi Penyair pada ASKS VII Tanjung 2010), Konser Kecemasan (Antologi Penyair Kalsel 2010), Tragedi Buah Manggis (Antologi {Puisi Penyair Tanah Bumbu).
Awal 1988 bersama teman-teman di Pagatan, yang dimotori oleh Fadly Zour, pernah
membentuk Himpunan Seniman/Budayawan Putra Kusan (HSBPK) dan ditunjuk sebagai Sekretaris. Tahun 1989 HSBPK mewakili Kabupaten Kotabaru (ketika Pagatan masih dalam wilayah Kabupaten Kotabaru) mengikuti Festival Opera se Kalsel di Taman Budaya dan berhasil sebagai pemenang Harapan I. Setahun kemudian dipercayakan kembali untuk mengadakan pagelaran opera di Taman Budaya dengan menampilkan satu cerita yang berjudul Balada Musim Tenggara. Sebagai Anggota Komisi Bidang Sastra Dewan Kesenian Kotabaru (1998-2002) bersama Ali Syamsuddin Arsi, turut membidani kelahiran Rancah Puisi (Forum Kreativitas Puisi dan Baca Puisi di Tanah Kusan). Beberapa kali menjadi pemenang Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Nasional, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Tahun 1988 sebagai Harapan II (bidang Bahasa Indonesia), 1989 dan 1990 Juara I (Bahasa Indonesia, 1991 Juara I di tingkat provinsi dan di tingkat nasional Harapan II (Bahasa Indonesia). Pada tahun 1992 mengirim 3 (tiga) naskah buku ke tingkat provinsi dan menjadi Juara I (Bahasa Indonesia), Juara II (IPA), dan Juara II (IPS). Tahun 1994 Juara I (Bahasa Indonesia), 1998 Nominasi I (Kumpulan Puisi Matahariku), tahun 2000 Nominasi I di tingkat provinsi dan di tingkat nasional sebagai Juara II dengan judul naskah ’Jalan Mulai Terang’ (Penerbit Analisa, Yogyakarta), dan
tahun 2002 Nominasi II (Kumpulan puisi ’Pidato Seekor Kakap’).
Beberapa kali mengikuti kegiatan forum Sastra dan Baca Puisi, di antaranya pada HUT
Kota Banjarmasin 2007, Tadarus Puisi di Banjarbaru 2006,2007, 2008,2009 Tadarus Puisi di Tanbu 2006, 2007, 2010, 2011, Aruh Sastra Kalsel 2005 di Pagatan, 2006 di Kotabaru, 2007 di Amuntai, 2008 di Balangan, 2010 di Tanjung, 2011 di Barabai, dan Kongres Cerpen Indonesia (KCI) 2007 di Taman Budaya Banjarmasin.


RINDU INI HANYA MENGALIR DI ARUS SUNGAI KUSAN

entahlah, sampai kapan jukung ini
hanya bertambatkan di tihang dermaga waktu
karena memang aku tak punya dayung apalagi mesin
sementara ketinting hilir mudik dari muara ke hulu
atau dari hulu ke muara
mengangkut para penumpang memecah alir sungai
menuju peraduan nasibnya masing-masing
rodanya yang terus berputar membelah arus
tak tahu lagi di mana pernah
pusar air menenggelamkan batang-batang rumbia
entahlah, mereka hanyalah perindu, barangkali

ketika matahari membuka jendela angin
aku tak tahu ke mana akan kuhanyutkan kerinduan
aku coba mendayung jukung ini dengan sehelai purun
meninggalkan dermaga
menyusur pesisir nipah dan rambai
berhari-hari
tak peduli hempasan riak yang bakal menenggelamkan jiwaku
sewaktu-waktu
tapi tak jua rinduku bertemu waktu
entahlah, rindu ini hanya sebatang gadang , barangkali

sungai kusan yang meliuk seakan membuat aku lelah
kedua kakiku lepuh meredam rasa,
nyeri bagai seluang mabuk karena menghisap asap knalpot mesin ketinting,
dan burung punai tak jua mau terbang
walau telah kulabuhkan ancak cinta di sini, di tebing sini,
di dekat akar-akar bakau yang silang menyilang belukar
ternyata hanya tinggal arus yang dicakar-cakar kepiting
entahlah, rindu ini hanya mengalir di sungai ini, barangkali
jukung tak sampai-sampai, menepi

muara seperti semakin jauh di antara teluk sukma
pasir-pasir mengendap dan terus mengendap
ah, jangan biarkan ragaku jadi gusung, di sini
sebab aku tak kuat lagi mendayung
apalagi ketika rasa mulai surut dan ombak terbahak
muara oh muara sungai yang jauh
jukung ini kuhanyutkan saja, biarlah !
Biarlah, tak perlu hilir mudik mengantar pusaran air
hulu sungai ini masih bermakna
dan rinduku pasti bertemu di antara telukmu.

051011


NYANYIAN BURUNG

ternyata burung punai itu sudah lama terbang
kepakkan derai angin yang menusuk tulang-tulangku
aku tak tahu di pohon mana ia hinggap
menuliskan syair nyanyian semu
dengan mencakar-cakar ranting awan
(Duh ! Aku tak bisa jawab !)

manakala senja mulai buram
cakrawala pun meluruhkan kelambunya
senyap dalam kesendirian
lelap dalam nada-nada mimpi
Ah, ternyata burung punai itu tak kembali lagi
tak ada lagi nyanyian di sini
menghentak-hentak waktu

061011


GELOMBANG

gelombang itu mensayat-sayat pasir
pantai yang telanjang merenta
hari-hari membakar lukisan pelangi
dan kapal-kapal nelayan
hanya bersimpuh di pelataran teluk
muarapun membisu

siapakah di sini yang telah memberi selembar layar angin
menukikkan derai-derai arus
pada lampu-lampu bagang
padahal kita tahu pantai sudah lama selingkuh dengan malam
tapi gelombang tak pernah tahu sejarah rindu
hanyalah pengabdiannya terhadap laut
tak ada lagi

dan kapal-kapal nelayan mencoba tak peduli
sebab beribu duka siput hanya melunjur angan
di sana, di sepanjang pesisir senja
di sana, di pelaminan jiwa
dengan keciak perihnya

091011

Tidak ada komentar: