Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Selatan. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Minggu, 14 Oktober 2007

Micky Hidayat ( Banjarmasin )


Lahir di Banjarmasin, 4 Mei 1959.Mulai menulis sejak tahun 1980. Karyanya berupa puisi, esai, kritik sastra, masalah kesenian dan kebudayaan terpublisir di berbagai media cetak lokal dan nasional. Antologi tunggal dan bersama di antaranya: Dahaga (1981), Aku Ingin Jadi Penyair Yang (1982), Penyair Asean (1983), Siklus 5 Penyair Banjarmasin (1983), Terminal (1984), Banjarmasin Kota Kita (1987),Puisi Indonesia ’87 (1987), Kul Kul (1992), Jendela Tanah Air (1995)Refleksi Setengah Abad Kemerdekaan Indonesia (1995), JakartaDalam Puisi Mutakhir (2000), Datang Dari Masa Depan (2000), Antologi Puisi Tsunami (2005), Perkawinan Batu (2005), dan Meditasi Rindu (dalam rencana untuk diterbitkan). Pernah diundang baca puisi da mengikuti berbagai forum sastra di Tanah Air : Banjarmasin, Bali Jogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Riau, dan membacakan puisi-puisinya di TIM pada Pertmuan Sastrawan Jakarta (1986), Forum Puisi Indonesia ’87 (1987) dan Cakrawala Sastra Indonesia (2005).Tahun 1997 ia mengukir prestasi keberhasilannya menciptakan rekor membaca puisi selama 5,5 jam non - stop, dan namanya tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI).Tahun 1998 ia memperoleh Penghargaan Seni dari Pemerintah Provinsi Kalsel.Kini aktif di Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Banjarmasin (ketua) dan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kalimantan Selatan. Salah satu puisinya :

Meditasi Rindu
Bagi ayahnda Hijaz Yamani

1.
Mengingat kembali dirimu
Keterasingan dan sunyi pun menyapa
Menulisi air mata, di antara kata-kata liar buruanku
Mengaliri duka cita tak pernah terucapkan
Sekelompok camar membelah laut
Kumandang takbir melayang-layang di udara
Menyusun riwayat dunia yang tak pernah tamat kubaca
Selalu kubaca, berulang-ulang aku membacanya

2.
Tiba-tiba rinduku padamu
Menjelma sebuah menara menjulang
Mengajari udara beterbangan
Dengan kesabaran
Mengusik cuaca dan angin
Cahaya matahari mengirimkan salam dan doa
Yang tumpah dalam kenikmatan ruang dan waktu
Dalam keheningan sempurna

3.
Bayang-bayang wajahmu
Menjelma rembulan dan bintang-bintang
Di hamparan sajadah kebijaksanaan
Kekhusukan tasbih dan tahmid
Dengan kesetiaan samudera
Berkelebatan ayat-ayat
Berkilauan rahasia-rahasia
Tebing-tebing mimpi dunia
Yang diselimuti kabut
Dalam tahajud sunyi

4.
Mendaki, mendaki
Mendakilah !
Semadi, semadi
Semadilah !
Hingga ke puncak zikir kembara
Telah engkau reguk kehidupan fana dengan air mata
Telah engkau enyahkan kilau-kemilau dan kecemasan dunia
Menuju ketenangan maha sempurna

5.
Telah engkau tamatkan membaca beribu ayat
Hingga menerangi alam semesta
Telah engkau tuntaskan tafakur dalam keheningan
Berkhalwat dalam salawat
Cahaya nabi dan para rasul
Mengembara menuju mahsyar
Bertakbir tak habis-habis takbir
Di keluasan sajadah
Hingga sujud dalam rakaat demi rakaatmu
Menyentuh surga

6.
Dan aku di sini, di puncak kerinduan ini
Beribu tahun memunguti kesepian tak terperi
Dalam ketidakberdayaan, di ruang kefanaanku
Dan menanti, akankah kau datang lagi dengan senyum khasmu
Kemudian pergi tanpa pamit bersama mimpiku yang mawar
Juga rinduku tak terpuaskan

7.
Sebagaimana sajak-sajak yang mengalir
Dari kawah batinku, pada setiap puncak pendakianku
Selalu saja menulisi kecemasan dunia
Menangisi luka bulan, bintang-bintang, dan matahari
Mentasbihkan kebijakan dan kebajikan
Menzikirkan kebaikan dan kebenaran
Yang pernah kau ajarkan diam-diam padaku
Seperti kediaman batu-batu

8.
O, bapak, sebagaimana puisi-puisimu
Yang kini tak bisa lagi bicara
Tetapi masih berulang-ulang kubaca
Aku baca !
Sebagaimana aku terus belajar mengeja
Dan mencari kata-kata
Sebagaimana aku terus belajar membaca
Isyarat dan gerak zaman
Sambil mengumandangkan ayat-ayat kebenaran
Dengan cahaya zikir dan air mata doa
Mengkristal dalam jiwamu yang mawar
Bersemayam cahaya maha cahaya-Nya

2001/2003

Tidak ada komentar: